Sabtu, 25 Juni 2011

PUISIKU-PUISIMU

Barangkali berhadapan dengan sejumlah puisi, menjadikan kita kebinggungan sendiri. Apa tidaknya, puisi moden selalunya berkunjung jauh ke sistem konvensi bahasa budaya atau sastra dapat mempengaruhi interpritasi kita terhadap sebuah puisi yang kelihatannya begitu sederhana. Ia tergantung pada kemampuan pembaca di bidang bahasa termasuk latar belakang lingkungan, begitu juga kemampuan tentang konvensi sastra dan budaya tertentu. Seorang pembaca harus terarah oleh pengalamannya dan pengetahuannya, baik yang implisit mahupun yang eksplicit. Yang sadar atau tidak sadar.

Cocktail Party, karya Teoti Herati ( Sajak-Sajak 33, 1974 ) adalah satu contoh sajak yang sangat halus dan rumit. Struktur dan maksudnya bertingkat-tingkat, mulai dengan persiapan seorang wanita untuk cocktail party, seakan sangat nyata dan faktual. Lihatlah bagaimana Teoti Herati menulis Cocktail Party;

meluruskan kain-baju dahulu
meletakkan lekat sanggul rapi
lembut ikal rambut di dahi
       pertarungan dapat dimulai
berlumba dengan waktu
dengan kebosanan, apabila
       pertarungan ilusi
seutas benang dalam taufan
amuk badai antara insan

taufan? ah, siapa
yang masih peduli
tertawa kecil, mengigit jari adalah
      perasaan yang dikebiri
kedahsyatan hanya untuk dewa-dewa
tapi deru api unggun atas
       tanah tandus kering
angin liar, cemburukan halilintar
       mengiringi

perempuan seram yang kuhadapi, dengan garis alis dan cemuh
       kejam
       tertawa lantang -
aju tercebak, gelas anggur di tangan
tersenyum sabar pengecut menyamar -
       ruang menggema
dengan gumam hormat, sapa menyapa
dengan mengibas pelangi perempuan
itu pergi, hadirin mengagumi

mengapa tergoncang oleh cemas
dalam-dalam menghela nafas,kemas
      hadapi saingan dalam arena?
kata orang hanya maut pisahkan cinta
tapi hidup merenggut, malahan maut
      harapan semu tempat bertemu
itu pun hanya kalau kau setuju

keasingan yang mempesoana, segala
tersayang yang telah hilang -
      penenggelaman
dalam akrab dan lelap
kepanjangan mimpi tanpa derita
dan amuk badai antara insan?
gumam, senyum dan berjabatan tangan

Puisi Cocktail Party adalah contoh yang menarik tentang cara bagaimana puisi moden menyulitkan pemahaman, memang ada ' aku ' dan ' kau ' tetapi tokoh-tokoh itu tidak segera muncul. ' Aku ' baru muncul dalam bait ketiga, dalam kontrontasi dengan perempuan seram ( yang dihadapi.. aku terjebak ) sesudah itu tidak disebut lagi - tetapi tetap hadir malahan terpaksa kita sebagai pembaca hadirkan dari awal puisi ini: aku yang berdendang yang bersiap untuk menghadiri cocktail party, aku yang bermenung dan lain-lain.

Dan si ' kau ' lebih tersembunyi lagi - hanya sekali saja disebut, sekan sambil lalu: maut sebagai harapan semua tempat bertemu untuk si ' aku ' - itu pun hanya kalau kau setuju dan dari kontaks ini jelas pula bahawa si 'kau ' itu adalah bekas kekasih dari si ' aku '  yang dianggapnya dirampas oleh perempuan seram tadi; sehingga satu-satunya harapan yang masih tinggal adalah pertemuan dengan maut.

Puisi Cocktail Party menurut A. Teeuw dalam arti sepenuh-penuhnya harus disebut puisi ironik, baik dalam strukturnya yang bertingkat-tingkat, yang saling melengkapi, saling menjelaskan, tetapi juga saling menisbikan dan saling memungkiri, mahupun dalam aspek formalnya.

Begitulah tanggapan jauh A. Teeuw, sarjana, guru, penterjemahan yang sangat ikhlas mengerjakan sesuatu yang diakrapinya. Dalam usia 90 tahun kini, beliau dilahirkan pada tahun 1921 di Gorinchem, sekarang menetap di Thornbreeksraat, bersebelahan Plantsoen, kota Leiden. Catatannya tentang puisi Cocktail Party Toeti Herati adalah kekagumannya terhadap penyair wanita Indonesia.


rujukan

A. Teeuw. Membaca dan Menilai Sastera, Gramedia , 1983
Muhammad Haji Salleh, Dewan Sastera ( Jun ) 2011