aku rasa kita akan selalu bercakap dalam senyap dengan bahasa langit dan isyarat kedipan mata yang tak lazim serta menyemai setiap harap yang kerap datang mengendap lalu meresapinya ke hati dengan getir! aku rasa dengan bahasa langit dan isyarat itu (hanya kita saja yang tahu) secara bersahaja menyapa larik-larik kenangan dan meniti setiap selasar waktu bersama desir rindu menoreh kalbu! selalu aku rasa kita tak dapat menafikan batas yang membentang dimana jarak membingkainya lalu menjadikannya nyata serta membuat kita sadar bahwa pada akhirnya dalam pilu kita berkata: biarlah kita menyesap setiap serpihan senyap dan menikmatinya tak henti hingga lelap tanpa tatap tanpa ratap! aku kian rasa ada yang diamdiam melafaz bahasa dan isyarat menjadi mantra: puah, kita rebah dalam lautan aksara tanpa makna menyatu dalam duka nganga/
(Bajoe-Kendari 2007)