cium aku dengan kata sebelum fajar menjadi jingga:
telah kutandai dinding hatimu dengan jarum puisi dua belas purnama lalu sehabis melumat sepotong senja ditepi losari yang kelak kunamai pantai seribu narasi dimana setiap lekuknya ada kisah kita menjulur menggapai buih O dewi yang tertawan dalam nafas yang terbayang dalam igau yang semai dalam mimpi pun jika harus memberi tanda pada bagian tubuhmu yang lain aku memilih menancap jarum puisiku tepat pada jidatmu sebagai pengganti kecupan terakhirku sebelum kau berlabuh di dermaga lain O dewi sekali saja cium aku dengan kata sebelum fajar benarbenar menjadi jingga dan aku hanyut dalam lautan aksara menuju tempat tak terjamah O dewi karenamu kata ku ramu karenamu kita syahdu dalam lagu?
(Pondok Gede 17 Mei 2011)